SRA Kritik Nota Kesepakatan Pembangunan Jembatan Kampung Baru-Air Asuk

Ketua Solidaritas Rakyat Anambas, Wan Rendra Virgiawan

ANAMBAS-ZONASIDIK.COM| Dinilai pemborosan anggaran, Solidaritas Rakyat Anambas (SRA) minta Nota Kesepakatan Antara DPRD dan Pemda Anambas tentang Pembangunan Jembatan Kampung Baru-Air Asuk perlu di Review kembali.

Wacana Pemkab dan DPRD Kabupaten Kepulauan Anambas, untuk membangun Jembatan Kampung Baru – Air Asuk yang dituang melalui Nota Kesepakatan yang di Tandatangani oleh Ketua DPRD dan Bupati Kabupaten Kepulauan Anambas pada Kamis, (25/11/2021) menuai kritikan.

Hal itu disampaikan Ketua (SAR), Wan Rendra Virgiawan saat dikonfirmasi oleh awak media, Senin, (29/11/2021).

Bacaan Lainnya

Rendra mengatakan, wacana pembangunan jembatan Kampung Baru – Air Asuk merupakan bentuk pemborosan anggaran.

“Pembangunan Jembatan Kampung Baru – Air Asuk merupakan bentuk pemborosan anggaran APBD yang dilakukan oleh Pemda dan DPRD KKA, hal ini dikarenakan disaat kita masih dalam tahap pemulihan ekonomi rakyat akibat pandemik Covid-19, Kata Rendra.

Rendra menyampaikan bahwa, wacana pembangunan Jembatan tersebut memakan anggaran yang fantastis, yakni sekitaran diangka 100 Milyar.

“Anggaran yang akan ditelan dalam pembangunan jembatan tersebut sekitar 100 Milyar, bahkan lebih. Tentu ini menjadi fenomena yang menarik, saat masalah rakyat yang sifatnya fundamental seperti pemulihan ekonomi kerakyatan pasca pandemik, pendidikan, kesehatan, maupun SDM belum juga bisa diselesaikan dengan baik, lanjut Rendra.

Rendra menambahkan, jika Anggaran Pembangunan Jembatan tersebut dialihkan untuk hal-hal lain disaat krisis seperti sekarang ini, tentu bisa menopang kebutuhan kehidupan rakyat Anambas.

“Iya, hal sederhana sebetulnya, jika anggaran pembangunan jembatan tersebut dialihkan untuk keperluan lain yg sifatnya fundamental, tentu bisa jauh lebih bermanfaat untuk rakyat. Jika anggaran tersebut 120 milyar, kita bagi paket paket kecil kisaran 200 juta, muncul 600 paket, anggaran tersebut bisa menghidupi sekitaran 12.000 orang, singgung Rendra.

Rendra juga mengatakan, pembangunan jembatan tersebut turut diduga menjadi nepotisme politik. Hal ini juga bisa kita lihat di pulau Jemaja, masih banyak terdapat ketidakmerataan pembangunan, bahkan ditemukan anak sekolah untuk menimba ilmu masih menggunakan Jongkong.

“fakta nya sampai hari ini setelah 13 Tahun Anambas mekar menjadi kabupaten, masih banyak terdapat ketidakmerataan pembangun, seperti di pulau Jemaja yang hari ini menuntut dan memperjuangkan pemekaran kabupaten sendiri. Ini menunjukkan ada yang tidak mengena di hati rakyat pulau Jemaja,” kata Rendra.

Rendra juga menyinggung, wacana pembangunan jembatan tersebut belum ada urgensi nya sama sekali, rakyat tidak butuh jembatan, rakyat butuh perhatian ekonomi.

“Jika wacana pembangunan tersebut tidak di review, tentu akan menjadi polemik bagi daerah yang sampai hari ini terdapat ketidakmerataan pembangunan. Dan belum sama sekali ada urgensinya untuk dipaksakan tahun depan. Bahkan hampir 40 persen anggota DPRD saat itu tidak ikut hadir dalam penandatanganan Nota kesepakatan itu, artinya banyak yang tidak setuju,” tutup Rendra. (*)


Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *