Opini oleh Ladies Nikita Alamanda, S.Kel
Mahasiswa Magister Ilmu Lingkungan, UMRAH
Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI) 711 yang meliputi perairan Selat Karimata, Laut Natuna, dan Laut Natuna Selatan, merupakan salah satu daerah penangkapan ikan yang strategis di Indonesia.
Berdasarkan Kepmen KP Nomor 19 Tahun 2022 estimasi potensi sumber daya ikan di WPPNRI 711 mencapai 1.306.379 ton/tahun. Mengingat besarnya potensi sumber daya ikan tersebut, WPPNRI 711 dihadapkan dengan berbagai tantangan dalam pemanfaatan dan pengelolaan.
Secara garis besar, tantangan utama perikanan tangkap di WPPNRI 711 yaitu kriminalitas kelautan dan batas maritim. Aktivitas IUU (Illegal, Unreported, Unregulated) fishing dan penggunaan alat penangkapan ikan yang dapat merusak habitat ikan serta ekosistem laut menjadi isu prioritas perikanan tangkap yang perlu mendapat perhatian lebih.
Seperti yang terjadi di perairan Pulau Subi, Kabupaten Natuna, Provinsi Kepulauan Riau, Kapal KM Sinar Samudra asal Pati Jawa Tengah ditangkap karena melanggar zona tangkap dan menggunakan alat tangkap yang dilarang yaitu cantrang pada Maret 2022.
Kegiatan ilegal ini tidak hanya datang dari Kapal Ikan Indonesia saja, tetapi juga datang dari Kapal Ikan Asing yang berasal dari beberapa negara tetangga (neighboring countries).
Nelayan-nelayan asing di wilayah perbatasan masih sering melintas batas negara untuk menangkap ikan di perairan Indonesia dan selanjutnya diperjualbelikan di luar Indonesia dengan keuntungan yang berlipatganda.
Penangkapan ikan secara ilegal tersebut telah merugikan negara secara finansial, karena telah ikut menurunkan produktivitas dan hasil tangkapan secara signifikan.
Para nelayan asing yang kerap memasuki WPPNRI 711 antara lain, berasal dari Thailand, Vietnam, Filipina, Malaysia dan China. Perairan Natuna, merupakan kawasan yang paling rawan terhadap kegiatan illegal fishing, dikarenakan posisi geografis dari kawasan perairan tersebut berada di perairan perbatasan atau berdekatan dengan perairan internasional sehingga sangat terbuka bagi kemungkinan masuknya nelayan-nelayan asing yang melakukan penangkapan ikan secara ilegal.
Maraknya aktivitas illegal fishing di WPPNRI 711 disebabkan oleh beberapa hal yaitu: (1) rentang kendali dan luasnya wilayah pengawasan tidak sebanding dengan kemampuan pengawasan yang ada saat ini; (2) terbatasnya kemampuan sarana dan armada pengawasan di laut; (3) lemahnya kemampuan SDM nelayan Indonesia dan banyaknya kalangan pengusaha bermental pemburu rente ekonomi atau broker; (4) masih lemahnya penegakan hukum; dan (5) lemahnya koordinasi dan komitmen antar aparat penegak hukum berbagai kegiatan yang termasuk kategori ilegal fishing yang secara langsung merupakan ancaman bagi upaya pengelolaan sumber daya ikan yang bertanggung jawab dan menghambat kemajuan pencapaian perikanan tangkap yang berkelanjutan.
Upaya yang dapat ditempuh untuk mengatasi ilegal fishing di WPPNRI 711 yaitu dengan memperkuat pengawasan sumber daya kelautan dan perikanan. Pengawasan hadir dalam rangka menjamin tertib pelaksanaan peraturan perundang-undangan yang berlaku di bidang kelautan dan perikanan.
Pengawasan dapat dilakukan melalui pendekatan hard structure dan soft structure, mulai dari hulu hingga hilir. Pendekatan hard structure dilakukan dengan memeriksa dokumen perizinan, melakukan pemantauan posisi dan pergerakan kapal perikanan menggunakan sarana Vessel Monitoring System (VMS) / Sistem Pemantauan Kapal Perikanan (SPKP), melakukan operasi pengawasan di laut baik secara mandiri maupun dengan bekerjasama dengan institusi penegak hukum lainnya (TNI-AL, POLAIR, TNI-AU, dll.).
Sementara, pendekatan soft structure dilakukan melalui beberapa upaya, diantaranya melakukan kerjasama dengan berbagai Kementerian/Lembaga, kerjasama bilateral/internasional, ratifikasi konvensi internasional, dan aktif dalam organisasi internasional.