JAKARTA-ZONASIDIK.COM| Mengawali bulan Juni 2023, masyarakat masih dihadapkan dengan realita keruhnya perairan laut di Kecamatan Wawonii Tenggara, Kabupaten Konawe Kepulauan. Desa yang terdampak keruhnya perairan laut tersebut adalah Desa Sukarela Jaya, Dompo-dompo, Roko-roko, Bahaba dan Teparoko.
Disekitar lokasi ke 5 desa tersebut, hanya terdapat satu aktivitas industri pertambangan, yaitu pertambangan nikel oleh PT Gema Kreasi Perdana.
Menanggapi hal tersebut, Sekretaris Jenderal KIARA, Susan Herawati, menyatakan bahwa kejadian inilah yang telah diproyeksikan sehingga masyarakat dengan sekuat tenaga telah menolak adanya aktivitas pertambangan di wilayah pulau kecil seperti Wawonii.
“Melihat kondisi saat ini, kelima desa tersebut merupakan desa yang terdampak langsung akibat masuknya industri ekstraktif yang ada di Pulau Wawonii. Masyarakat diporak-porandakan di ruang-ruang produksinya, baik di darat maupun di laut. Ini sudah terlihat jelas dengan keruhnya perairan laut di pesisir Kecamatan Wawonii Tenggara,” kata Susan, Jumat (2/6/2023).
“Di pulau kecil Wawonii, mayoritas masyarakat berprofesi sebagai nelayan dan petani (pekebun), sehingga masuknya industri yang rakus akan tanah dan air akan sangat berpengaruh terhadap perebutan ruang kelola yang ada di wilayah Kecamatan Wawonii Tenggara. Perebutan ruang kelola ini akan menghasilkan dirampasnya secara paksa ruang-ruang produktif warga, salah satu contoh yang bisa dilihat langsung adalah masyarakat dipaksa untuk menjual rugi tanah-tanah perkebunan yang telah menjadi hak mereka secara turun temurun dengan harga murah, bahkan terdapat tanah-tanah yang dirampas secara paksa. Sedangkan di wilayah pesisir, tanah dan laut sebagai ruang produksi warga juga dirampas untuk diubah menjadi pelabuhan atau terminal khusus untuk pertambangan, yang bahkan mengorbankan ekosistem mangrove dan terumbu karang di pesisir tersebut,” sambungnya.
KIARA mencatat bahwa masyarakat telah menempuh berbagai cara untuk mengusir pertambangan di Pulau Wawonii, bahkan dengan gugatan Judicial Review Peraturan Daerah (Perda) Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Konawe Kepulauan.
“Dalam salinan putusannya, pada bagian pertimbangannya Majelis Hakim MA secara tegas menyebutkan bahwa pengelolaan Pulau Wawonii setidak-tidaknya dilaksanakan dengan tujuan melindungi, memperkaya sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil, serta menjaga sistem ekologis secara berkelanjutan”
“Secara filosofis, Kabupaten Konawe Kepulauan merupakan pulau kecil yang rentan dan sangat terbatas sehingga membutuhkan perlindungan khusus, sehingga kegiatan yang tidak ditujukan untuk menunjang kehidupan ekosistem di atasnya, termasuk pertambangan harus dilarang untuk dilakukan,” tegas Susan
“KIARA melihat bahwa putusan Majelis Hakim MA tersebut sangat jelas dan tegas, terutama dalam poin bahwa pertambangan di pulau kecil akan mengancam kehidupan seluruh makhluk hidup di atasnya, termasuk juga manusia. Tetapi putusan MA No. 57 P/HUM/2022 tersebut belum dieksekusi di lapangan sehingga perusahaan PT GKP masih beroperasi hingga kini dan diduga aktivitasnya berdampak seperti yang saat ini tengah dialami oleh masyarakat.” jelas Susan.
Susan menambahkan “KKP melalui PSDKP dan KLHK melalui GAKKUM sebagai penegak hukum seharusnya bertanggung jawab dengan hal tersebut, dan dapat menindak tegas PT GKP, terutama terdapat Putusan MA yang menyatakan bahwa pertambangan dilarang di pulau kecil. Ini saatnya menunjukkan bahwa KKP dan KLHK memiliki sikap tegas dan tidak menoleransi perusakan lingkungan khususnya di pulau-pulau kecil, terutama Menteri KKP dengan slogannya bahwa ekosistem adalah panglima. Tetapi realita yang terjadi masih jauh panggang dari api. Masyarakat masih dalam derita kehilangan ruang produksinya baik perkebunan maupun lautnya, karena mereka masih mengeluhkan semakin jauh melaut dan minimnya hasil tangkapan,” ucapnya.
KIARA kembali mencatat bahwa keruhnya perairan di Kecamatan Wawonii Tenggara harus dilihat secara keseluruhan, tidak boleh secara parsial. Hal tersebut karena keruhnya air dimulai dari rusaknya sumber-sumber mata air warga yang berada di darat, sehingga jika terjadi hujan maka substrat tanah galian dan land clearing tersebut terbawa hingga ke perairan laut.
”Ini harusnya menjadi momentum yang tepat bagi KKP dan KLHK untuk bertindak, terutama melakukan audit lingkungan hidup, baik dari lokasi pertambangan PT GKP hingga ke perairan yang dapat diduga telah tercemar akibat aktivitas pertambangan di darat. Pemerintah Pusat bersama Pemerintah Daerah Sulawesi Tenggara seharusnya telah mencabut izin PT GKP dan harus dituntut untuk mengembalikan kondisi sosio-ekologis seperti sebelum mereka masuk ke Pulau Wawonii, terutama penimbunan pantai yang telah dilakukan untuk pembangunan pelabuhan/tersus tambang,” pungkas Susan. (Pin/Rls)