ANAMBAS-ZONASIDIK.COM|Awal September lalu, Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Kabupaten Kepulauan Anambas menyampaikan sikap protes kepada Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia (KKP RI). Mereka menolak pungutan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) pada nelayan di Kabupaten Kepulauan Anambas.
Penolakan tersebut dinilai karena pungutan PNBP seharusnya tidak dikenakan pada nelayan kecil dan akan membawa dampak buruk kepada nasib nelayan kecil di Kabupaten termuda di Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) itu.
Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Kabupaten Kepulauan Anambas, Dedi Syahputra menguraikan bahwa nelayan di daerahnya merupakan nelayan kecil dengan kapal motor dibawah 5 gross tonnage (GT). Untuk itu, seharusnya tidak dikenakan pungutan PNBP pascaproduksi.
“Pungutan PNBP kepada nelayan kecil Anambas tidak berdasar dan ini bertentangan dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 11 tahun 2023 tentang penangkapan ikan terukur bab III pasal 13 ayat (2) pungutan perikanan berupa penerimaan negara bukan pajak atau retribusi tidak dikenakan bagi nelayan kecil,” tegas Dedi, Selasa (14/11/2023).
Lebih lanjut, Dedi mengatakan pihaknya sudah menyampaikan keberatan tersebut kepada Plt (pelaksana tugas) Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap Kementerian Kelautan dan Perikanan RI, Agus Suherman dan sebelumnya 2 (dua) kali melayangkan surat penolakan bukan hanya ditujukan kepada Menteri Kelautan dan Perikanan RI tetapi juga ditujukan kepada Gubernur Kepri dan Bupati Kepulauan Anambas.
Dampak dari pungutan PNBP kepada nelayan Anambas, menurut Dedi akan terjadinya penurunan harga beli dari hasil tangkapan nelayan kecil dan menciptakan ketidakpastian dalam usaha perikanan.
Selain itu, berdampak pada terkendalanya proses pengiriman hasil tangkapan nelayan kecil keluar dari Anambas dan berpotensi besar hasil tangkapan nelayan tidak dapat dibeli oleh pelaku usaha (penampung/pengumpul) karena tempat penyimpanan para pelaku usaha sudah penuh.
Ditambah Dedi, dampak lainnya adalah penurunan daya beli ditengah-tengah masyarakat Anambas yang mayoritas masyarakatnya berprofesi sebagai nelayan dan akan menciptakan tingginya inflasi di daerah.
Untuk kondisi saat ini, lanjut Dedi mengatakan bahwa kapal khusus pengangkut ikan yang membawa hasil tangkapan nelayan kecil Anambas sebenarnya mereka tidak mau lagi masuk ke Anambas. Sebab, mereka yang berimbas dari kebijakan pungutan PNBP yang menyasar nelayan kecil Anambas.
“Sebelumnya KM. ABG Kepri yang biasa membawa hasil tangkapan nelayan kecil Anambas, tertahan 10 hari di pelabuhan Nizam Zachman Jakarta, karena petugas pelabuhan meminta kita dari Anambas membayar PNBP 5 persen dulu, baru kapal tersebut diizinkan untuk beroperasi kembali,” ungkapnya.
Akibat kejadian tersebut, sambung Dedi, menimbulkan terkendalanya proses pengiriman ikan (kapal angkut ikan) untuk membawa hasil tangkapan nelayan kecil Anambas. Sedangkan, tempat-tempat penyimpanan ikan yang dimiliki oleh pelaku usaha perikanan dan milik pemerintah Kepri di Anambas sudah penuh.
Bukan hanya nelayan kecil Anambas mengalami kerugian besar, menurut Dedi, kerugian juga menimpa para pelaku usaha maupun jasa di sektor perikanan.
“Semua kena imbas, mulai dari nelayan, penampung atau pengumpul, para pembeli ikan yang langsung turun ke laut yang ambil untungnya dari situ, buruh dan lain sebagainya” ujar Dedi.
Nelayan Anambas Menjerit
Dalam minggu ini, nelayan Kabupaten Kepulauan Anambas mengalami masa-masa tersulit. Sebab, harga beli hasil tangkapan mereka turun lebih dari 30 persen dan kondisi ini semakin terpuruk dimana hasil tangkapan mereka tidak ada pelaku usaha perikanan yang mau membeli.
Sebelumnya harga beli cumi-cumi di Anambas ada dikisaran Rp 30.000 per kilo, sekarang mengalami penurunan menjadi Rp 20.000 per kilonya.
Para nelayan terkhusus nelayan tangkap dengan alat penangkapan ikan bagan apung mengeluh dan tidak tahu harus berbuat apa, agar hasil tangkapan mereka dapat dijual.
Salah satu pelaku usaha perikanan di Tarempa, Jupri membenarkan bahwa pihaknya tidak dapat lagi membeli hasil tangkapan nelayan, sebab seluruh tempat peyimpanan ikan penuh.
“Kondisi parah, gudang (penyimpanan ikan) penuh, jadi kami tidak bisa membeli hasil tangkap nelayan,” jelas Jupri.
Sementara itu, kondisi ketidak pastian ini diperkirakan akan berlangsung cukup lama sampai kapal pengangkut ikan yang membawa hasil tangkapan nelayan Anambas ke Jakarta, masuk ke Anambas. (Pin)