KAMBING POLITIK

Marjohan

Penulis; Kelana Serakah

1. Man bukan Orang di Politik, (hanye Rakyat jelata, hanye Pebisnis, Petani, Nelayan dlsb.
2. Jangan Makan dari Politik (ndok berkah wak)
3. Politik tidak Mengenal Kerabat ataupun Saudara
4. Ada uang ada Kambing (bukan janji-janji, kami Masyarakat sudah Pintar)
5. Calon Gubenur, Bupati/Walikota, DPRD/ Dewan harus berkemampuan lebih (terutama lebih harta; Orang berharta, kecil kemungkinan Korupsi sebab ia sudah berpunya
6. Halal Haram hantam saja (Jangan kan cari yang Halal, haram saja Susah).
7. Selagi Ayam makan Beras, Makan Topang, mudah wak… Tabo Saje lah (sekandang pun ayam masuk gebon. Kera dimajukan pun jadi).

Pada dasar nya Politik itu suatu perbuatan yg dilakukan Manusia baik secara perseorangan atau berkelompok, yang mana bertujuan untuk mencapai tujuan tertentu (lebih ringkas nya “politik itu, saya sebut CARA“.
Cara bersikap, cara berstrategi, cara berkolaborasi atau lain sebagai nya.
Yang mana puncak dari tujuan perpolitikan yang diatur menurut undang-undang itu, yakni meraih Kekuasaan. (tentu dan mesti nya kekuasaan yg mengarah pada kemaslahatan Umat atau azas manfaat untuk Rakyat Negeri).

Bacaan Lainnya

Adapun eksistensi dari dunia politik atau bidang Politik itu sendiri, bukan lah suatu perbuatan dan atau suatu pekerjaan yang tercela, lebih lanjut dikatakan najis. Mengapa ?
Didalam sendi suatu Bangsa dan Negara, politik itu menjadi unsur elemen krusial yang sangat penting diatas kesenergian dengan komponen lain nya. Tanpa ada nya politik atau campur tangan politik didalam tatanan Kenegaraan, maka ia menjadi hal yang mustahil didalam berdiri nya suatu Bangsa, Negara. Dan begitu juga dalam kehidupan bermasyarakat, dimana politik/cara itu bagaikan _”Jasad dengan Jiwa” satu kesatuan yang tiada dapat dipisahkan. Sebagaimana juga antara Spiritualitas keagamaan, adat , kaidah dan norma-norma itu sendiri. (Tanpa Politik, tak kan ada Presiden, Gubenur, Bupati, Kepala Desa dan lain sebagai nya)
….Apa yang terjadi atas esensi bilamana tiada hal tersebut ? Hukum Rimba saling makan memakan dan Kekuatan absolut liar yang tak terkendali. Kemudian lebih jauh lagi, keseimbangan alam kehidupan menjadi ruang kekacauan yang tak berdasar. 

Lalu bagaimana Politik menjadi “Hina dina” ?
Individual atau Kelompok adalah peran pelaku yg bertanggung jawab. Artinya, politik/cara yang dibawa itu melahirkan persepsi yang tanpa mengedepankan fakta (cara brutal, tiada beretika, black camping, pragmatis dan lain sebagai nya. Adapun akibat yang terjadi, dogma penilaian pantagonis, menjijikkan).
Dan begitu juga dengan perilaku sebalik nya, politik santun, tentu nya melahirkan keberkahan dan rahmatan lilallamin (walaupun dihiasi dengan duri-duri luka berdarah).
Siapapun itu yang berprilaku demikian, dengan tanpa terkecuali termasud di dalam nya. 

Realisasi Politik di lapangan beragam peristiwa terjadi (teruma dengan mulai nya pemilihan secara langsung, proporsional terbuka di di Nusantara ini).
Man bukan Orang Politik, (hanye Rakyat jelata, hanye Pebisnis, Petani, Nelayan dan sebagai nya.
Jangan Makan dari Politik (ndok berkah)
Politik tidak Mengenal Kerabat ataupun Saudara
Ada uang ada Kambing (bukan janji-janji, kami Masyarakat sudah Pintar*). 
Calon Gubenur, Bupati/Walikota, DPRD/ Dewan harus berkemampuan lebih (terutama lebih harta; Orang berharta, kecil kemungkinan Korupsi sebab sudah berpunya
Halal Haram hantam saja (Jangan kan cari yang Halal, haram saja Susah).
Selagi Ayam makan Beras, Makan Topang, mudah wak… Tabo Saje lah (sekandang pun ayam masuk gebon. Kera dimajukan pun jadi).

..sungguh ekspektasi.. mabelus..mabelus..

Diwaktu tahun-tahun Politik, tahun Pemilihan,… Dia lah orang yg paling hebat, paling pandai, paling berpengaruh… Namun setelah tahun itu, jangankan untuk di kedepankan, berdiri di tempat saja, ia tak sanggup, OLENG SEBELAH.
Semula Katak dalam Perigi, sekarang Katak dalam tempurung pun bukan.

Seorang Politikus sejati, tak kan goyah pada segala cercaan, hinaan, aral serta rintangan.
Sekali Layar terkembang berpantang surut ke belakang.
Patah kemudi, dayung di Kayuhkan.
(Ingat lah, angai perbuatan Politik Mu, adalah Cerminan persepsi perpolitikan dahulu, kini dan masa yg akan datang. 

“Adapun Kambing Politik” itu, tak ubah seekor “Katak” yang merasa sangat berkuasa/serba bisa… Sayang sungguh sayang, hanyalah Katak di dalam dunia perigi (Kecil lagi Keruh).

Masyarakat yang berhimpun didalam kepura-puraan, bertopeng pada penafian politik (menyebut; bukan orang politik, bukan Kader, bukan pengurus partai, bukan afiliasi dan bukan simpatisan,… Tapi…
Berbicara politik/Cara Nang ning Nong Kepala Daerah, Nang ning Nong Dewan, & mengatas namakan demi untuk kepentingan orang khalayak ramai, Masyarakat banyak..
Hah…
Sungguh ciri-ciri Orang Munafik akhir zaman. (bukan Unang Uning Unong ye..).

“Engkau menjadi orang yang berguna di kehidupan fana duniawi ini, atau menjadi orang-orang politik atau menjadi pribadi-pribadi,… Semata-mata nya adalah yang bermanfaat untuk sesama, untuk alam lingkungan nya (Peka & berbudi di kehidupan ini).
Diri yang bertopeng, jangan lah terus engkau berkilah, engkau terus menipu diri Mu sendiri.”
Berprinsip & berpendirian, sungguh sesuatu yang jauh lebih bermakna
{Naga Gagah perkasa, belum tentu unggul dari Ular lokal}
Wallahu A’lam bissawab.

{Alam, 02 Agustus. Kelana Serakah/ Raja Aroka}.


Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *