ANAMBAS-ZONASIDIK.COM| Tuntutan nelayan pada 22 Januari 2018 lalu meminta Kapal Motor (KM) Alat Penangkapan Ikan (API) Pursen Seine (Pukat Cicin) atau yang lebih dikenal pukat mayang yang beroperasi di perairan Kabupaten Kepulauan Anambas (KKA) ditertibkan. Hal tersebut hingga sekarang belum ada kejelasan.
“Penertiban kapal pukat mayang itu bukan tanpa alasan, selain menertibkan pelanggaran terhadap zona tangkap, dokument perizinan, alat tangkap dan juga dampak sosial yang timbul ketika bersandar, sampai hari ini belum ada kejelasan” ujar M. Yusuf Ketua Harian Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) KKA pada zonasidik.com, Rabu (18/9/19).
Yusuf mengungkapkan bahwa menurut data yang dikantongi HNSI KKA bersumber dari Loka Kawasan Konservasi Perairan Nasional Pekanbaru Direktorat Jenderal Pengelolaan Ruang Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan pada 2018 lalu ada ratusan kapal motor di atas 30 GT melakukan pelanggaran.
“Ada 154 kapal pukat mayang yang diindikasikan melakukan pelanggaran zona tangkap di kawasan konservasi pada 2018. Pelanggaran tersebut dari 2-13 kali oleh satu buah kapal motor mayang,” paparnya.
Oleh karena itu, dirinya meminta kepada pemerintah daerah untuk mengesekusi tuntutan nelayan yang sudah termuat dalam Pansus DPRD KKA tentang nelayan.
Sambung Ia, untuk menertibkan itu bisa dilakukan pemerintah daerah sesuai dengan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2016 Tentang Jalur Penangkapan Ikan dan Penempatan Alat Penangkapan Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia.
Sementara itu, Kepala Dinas Perikanan Pertanian dan Pangan (DP3) KKA Effi Sjuhairi mengatakan pemerintah daerah melalui DP3 sudah menyurati Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) mengusulkan titik labuh kapal motor mayang.
“Yang jelas kita sama-sama tahu bahwa dinas sudah menyurati provinsi dan sudah ditindaklanjuti provinsi mengusulkan titik labuh, sesuai usulan kita yaitu Kuala Maras, Kiabu dan Antang, nah ini belum ada tindak lanjut dari pusat, mungkin ini butuh proses, kita juga harus maklum. Untuk sementara ini kita lagi mengupayakan tindaklanjut surat kita yang mengusulkan SIUP dan SIPI mereka mencantumkan pelabuhan Antang sebagai pelabuhan singgah dan bongkar muat, agar kapal-kapal pursen ini mudah kita monitor,” jelas Effi Sjuhairi melalui pesan WhatsApp.
Ketika dikonfirmasi terkait progres tujuh tuntutan nelayan sudah 1,8 tahun belum ada kejelasan, salah satu tuntutan mengenai titik labuh kapal mayang, Effi Sjuhairi tidak menjawab, dirinya hanya mengungkapkan butuh kesiapan dan butuh waktu.
“Tidak lah semudah itu, mereka juga harus turun survei, ngecek kesiapan lokasi, ketersediaan sarana prasana. Maka saya bilang tadi karena butuh waktu maka kita kejar agar mereka diarahkan ke pelabuhan Antang aja dulu. Satu hal yang harus kita ingat, kewenangan kabupaten hanya pengelolaan TPI dan pemberdayaan masyarakat yang lain kewenangan provinsi dan pusat, paling kita hanya bisa fasilitasi dan mediasi,” tutupnya (Red)