ANAMBAS-ZONASIDIK.COM| Siang menjelang sore, beberapa nelayan di Desa Air Bini, Kecamatan Siantan Selatan, Kabupaten Kepulauan Anambas melakukan aktifitas seperti biasa sebelum melaut.
Seiring dengan suara angin dan ombak di tepi pantai, Agus salah seorang pengelola bagan apung mulai mengolah hasil tangkapannya. Agus dan rekannya dibantu oleh ibu-ibu dari masyarakat sekitar sebagai pekerja.
“Alhamdulillah hasil tangkapan semalam, untuk bagian merebus dan menjemur cumi-cumi ini adalah ibu-ibu (grup) yang mendapatkan upah 2 ribu per kilogram nya,” kata Agus kepada zonasidikcom saat ditemui, Rabu (30/06/2021).
Agus bersama rekan-rekannya, sebelum melaut biasanya juga ikut mengecek dan membantu proses olahan cumi-cumi, untuk memastikan setiap proses olahan tersebut berjalan dengan baik.
Saat sore menjelang matahari terbenam Agus dan yang lainnya mulai turun ke pompong (motor) kayu terlebih dahulu sebelum ke bagan apung, motor kayu itu dijadikan sebagai alat penarik bagan apung saat melaut.
Ia bersama nelayan lainnya akan menempuh perjalanan laut selama kurang lebih dua jam, waktu sangat tergantung pada jarak daerah penangkapan. Semakin jauh daerah penangkapan, semakin lama pula perjalanan yang akan ditempuh.
Ketika matahari sudah terbenam, sejumlah lampu sorot bertenaga diesel dinyalakan. Pada saat mulai melakukan penangkapan semua lampu dinyalakan.
Lampu dengan kapasitas 1.000 hingga 2.000 watt tersebut digunakan untuk menarik perhatian cumi-cumi, karena cumi-cumi dan ikan akan mendekat ke cahaya.
Setelah dipastikan target tangkapnya berkumpul karena cahaya, lampu mulai dimatikan, yang dihidupkan hanya satu unit lampu sorot saja yang bagian bawah, lampu tersebut agar cumi-cumi maupun ikan berkumpul tepat dibawah bagan apung atau di atas jaring bagan apung yang sebelumnya jaring tersebut terlebih dahulu sudah diturunkan.
Secara bersama-sama jaring yang seluas ukuran bangan apung itu, ditarik kembali keatas sambil berdoa agar tangkapan yang didapat melimpah.
Dalam semalam bagan apung bisa menjaring tiga hingga lima kali, tergantung dengan ikan dan cumi-cumi disekitarnya. Dimana target tangkap utamanya adalah cumi-cumi, selain itu juga ada ikan selayang, ikan tamban, ikan teri (bilis) dan jenis ikan pelagis lainnya.
Namun, jika cuaca tidak bersahabat dengan mereka, mereka terpaksa pulang dengan membawa hasil seadanya bahkan untuk menutup biaya operasional seperti biaya ransum, BBM dan lainnya tidak tertutupi.
Jika cuaca mendukung dan cumi-cumi pun banyak, maka bisa menghasilkan cumi-cumi sekitar 200 hingga 500 kilogram bahkan lebih. Untuk 1 kilogram cumi-cumi basah dipasaran dibeli dengan harga Rp 22 ribu, dan harga tersebut selalu naik dan turun sedangkan untuk 1 kilogram cumi-cumi kering sekarang diambil dengan harga Rp 73 ribu.
Untuk mendapatkan 1 kilogram cumi-cumi kering berbanding 3 kilogram cumi-cumi basah, tidak jauh berbeda seperti komoditi cengkeh.
Sedangkan untuk sistem bagi hasil tergantung pemilik atau pengelola bagan apung, biasanya setelah dipotong ransum dan BBM, semuanya dapat satu bagian, pemilik bagan apung satu bagian atau lebih, dan nahkoda (tekong) satu bagian atau lebih.
Dalam satu bulan, bagan apung beroperasi hanya efektif maksimal 20 hari. Kalau cahaya bulan terang, bagan apung belum bisa melalukan penangkapan di laut.
“Kita kerja saat bulan sudah gelap saja. Untuk hasil pendapatan, kita ambil yang paling buruk atau bisa dikatakan tidak dapat hasil dalam 18 hingga 20 hari bekerja selama sebulan, untuk 1 unit bagan apung minimal rata-rata mendapatkan 2 ton cumi-cumi,” sebut Agus, sambil menikmati secangkir kopi.
Editor | Pinni